Moralitas kita carut-marut, salah siapa ?
Ada hadis nabi yang bunyinya 'hubbu-l-wathon mina-l-iman' maknanya : mencintai tanah air sebagian dari iman, maka belum sempurna
iman seseorang jika ia belum mencintai tanah airnya. Sebagai bangsa
Indonesia, sudah seharusnyalah kita membalas jerih payah para
pendahulu-pendahulu kita yang telah menyumbangkan darah segarnya. Demi memerdekakan tanah air, dengan harapan anak-anak serta cucu–cucu mereka kelak bisa menghirup udara segar kemerdekaan .
Sudah lebih dari 70 tahun, Indonesia merdeka dari penjajahan bangsa lain dan terbebas dari segala cengkeraman penjajahan. Kemudian, bagaimanakah bentuk terima kasih kita kepada mereka ? tentunya, bangsa ini berharap Indonesia kelak akan menjadi negara yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Nah, disinilah kontribusi kita untuk negeri ini dipertanyakan dan dimintai pertanggungjawaban. Salah satunya melalui jalur Pendidikan.
Urgensi Pendidikan dan tantangannya.
Pendidikan memiliki andil besar dalam pembentukan karakter kepribadan manusia. Seorang
manusia terbentuk sedemikian rupa; berpola pikir, berprilaku, berkebiasaan dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah 'produk' dari proses pendidikan yang telah ia jalani. Dalam rangka mewujudkan impian memajukan bangsa. Maka seyogyanya kita harus memulainya dari hal-hal yang paling mendasar, yakni Pendidikan. Kita melihat akhir-ahkir ini banyak terjadi ketimpangan sosial dan kebobrokan moral, yang hampir semuanya dilakukan oleh para pelajar, disinilah pendidikan kita menemui berbagai problem dan tantangan .
Revolusi teknologi informasi dan transportasi yang mempercepat segala hal, 'Budaya instan' yang merajai alam pikiran masyarakat dan hal perusak lainnya, mulai menggempur peradaban negri kita. Di era globalisasi dan persaingan bebas ini, modernitas lebih banyak membawa virus negatif daripada nilai-nilai positif. Jikalau hal-hal ini tidak disikapi dengan hati-hati, akan mengakibatkan peluluhan ajaran agama dan kemerosotan akhlak. Ajaran agama akan ditinggalkan oleh masyarakat dan Akhlak tercela akan dianggap menjadi 'sesuatu yang wajar,' hingga tidak terlalu bermakna lagi. Oleh karena itu, diperlukan adanya perbaikan atau bahkan rekonstruksi kurikulum dan model pendidikan di Indonesia .
Sebagai Negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia seyogyanya lebih serius memerhatikan dunia pendidikan, terutama pendidikan keagamaan. Sehingga ilmu-ilmu umum dan agama bisa berjalan beriringan, dan seimbang takarannya. Ironisnya, kita melihat lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia saat ini lebih mementingkan ilmu-ilmu umum dan ‘menganak-tirikan’ ilmu-ilmu agama.
Dan kemungkinan, inilah penyebab utama kebobrokan segala aspek kehidupan di Indonesia, dari ekonomi, politik, pendidikan, budaya hingga sosial kemasyarakatan. Akar permasalahannya ada di Pendidikan Agama. Sebab, Agamalah yang mengajarkan bagaimana seharusnya seorang manusia meyakini keberadaan Tuhannya. Implikasinya nanti, dia akan selalu merasa dalam pengawasanNya dan menaati segala perintahNya. Oleh karena itu, Pendidikan Agama mutlak dihidupkan kembali, sehingga bangsa ini punya pedoman dan arah yang benar dalam menjalani hidupnya.
Rekonstruksi kurikulum Pendidikan
Rekonstruksi kurikulum dan model pendidikan bisa dilakukan dengan menjadikan Agama sebagai jalan hidup ( way of lfe ) sehingga nilai-nilai keagamaan akan menjadi ajaran yang membumi (down to earth). Langkah yang sangat stategis dalam melakukan proses internalisasi atau pembumian ajaran Agama adalah melalui proses pendidikan. Sudah selayaknya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan melakukan reformasi kurikulum pendidikan, terutama yang terkait dengan ajaran-ajaran akhlak. Kurikulum yang dirancang seyogyanya tidak hanya menitikberatkan pada dimensi kognitif melulu, tetapi juga harus menyentuh aspek afeksi dan psikomotorik.
Maka, perlu diadakan pertemuan skala besar yang dihadiri oleh banyak kalangan. Mulai dari pakar-pakar pendidikan, kyai-kyai pesantren, tokoh-tokoh masyarakat, sampai para ahli di bidang pengembangan diri. Di dalam pertemuan itu mereka bertukar pendapat, lalu merumuskan ulang kurikulum dan model pendidikan yang dianggap paling cocok untuk diterapkan di seluruh lembaga pendidikan negeri maupun swasta di Indonesia.
Pendidikan yang seimbang, menggabungkan antara pendidikan akal, hati dan badan. Semuanya tercukupi. Mengajarkan ilmu-ilmu umum dan agama sama rata. Guru-gurunya menjadi teladan dalam segala gerak-gerik dan perilakunya, serta mencontohkan akhlak mulia dalam kehidupan nyata.
Jadi, segala kegiatan yang dikerjakan pelajar mengandung nilai-nilai spritualitas. Antara pelajaran-pelajaran saling berhubungan satu sama lain dan saling melengkapi. Dan pada akhirnya mengantarkan muridnya untuk lebih merasakan keberadaan Tuhannya. Dari situ, diharapkan nantinya terlahir generasi-generasi unggul yang siap memperjuangkan dan memajukan bangsa Indonesia di setiap lini kehidupan. Untuk membangun Peradaban negri menjadi lebih maju.
Sudah lebih dari 70 tahun, Indonesia merdeka dari penjajahan bangsa lain dan terbebas dari segala cengkeraman penjajahan. Kemudian, bagaimanakah bentuk terima kasih kita kepada mereka ? tentunya, bangsa ini berharap Indonesia kelak akan menjadi negara yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Nah, disinilah kontribusi kita untuk negeri ini dipertanyakan dan dimintai pertanggungjawaban. Salah satunya melalui jalur Pendidikan.
Urgensi Pendidikan dan tantangannya.
Pendidikan memiliki andil besar dalam pembentukan karakter kepribadan manusia. Seorang
manusia terbentuk sedemikian rupa; berpola pikir, berprilaku, berkebiasaan dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah 'produk' dari proses pendidikan yang telah ia jalani. Dalam rangka mewujudkan impian memajukan bangsa. Maka seyogyanya kita harus memulainya dari hal-hal yang paling mendasar, yakni Pendidikan. Kita melihat akhir-ahkir ini banyak terjadi ketimpangan sosial dan kebobrokan moral, yang hampir semuanya dilakukan oleh para pelajar, disinilah pendidikan kita menemui berbagai problem dan tantangan .
Revolusi teknologi informasi dan transportasi yang mempercepat segala hal, 'Budaya instan' yang merajai alam pikiran masyarakat dan hal perusak lainnya, mulai menggempur peradaban negri kita. Di era globalisasi dan persaingan bebas ini, modernitas lebih banyak membawa virus negatif daripada nilai-nilai positif. Jikalau hal-hal ini tidak disikapi dengan hati-hati, akan mengakibatkan peluluhan ajaran agama dan kemerosotan akhlak. Ajaran agama akan ditinggalkan oleh masyarakat dan Akhlak tercela akan dianggap menjadi 'sesuatu yang wajar,' hingga tidak terlalu bermakna lagi. Oleh karena itu, diperlukan adanya perbaikan atau bahkan rekonstruksi kurikulum dan model pendidikan di Indonesia .
Sebagai Negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia seyogyanya lebih serius memerhatikan dunia pendidikan, terutama pendidikan keagamaan. Sehingga ilmu-ilmu umum dan agama bisa berjalan beriringan, dan seimbang takarannya. Ironisnya, kita melihat lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia saat ini lebih mementingkan ilmu-ilmu umum dan ‘menganak-tirikan’ ilmu-ilmu agama.
Dan kemungkinan, inilah penyebab utama kebobrokan segala aspek kehidupan di Indonesia, dari ekonomi, politik, pendidikan, budaya hingga sosial kemasyarakatan. Akar permasalahannya ada di Pendidikan Agama. Sebab, Agamalah yang mengajarkan bagaimana seharusnya seorang manusia meyakini keberadaan Tuhannya. Implikasinya nanti, dia akan selalu merasa dalam pengawasanNya dan menaati segala perintahNya. Oleh karena itu, Pendidikan Agama mutlak dihidupkan kembali, sehingga bangsa ini punya pedoman dan arah yang benar dalam menjalani hidupnya.
Rekonstruksi kurikulum Pendidikan
Rekonstruksi kurikulum dan model pendidikan bisa dilakukan dengan menjadikan Agama sebagai jalan hidup ( way of lfe ) sehingga nilai-nilai keagamaan akan menjadi ajaran yang membumi (down to earth). Langkah yang sangat stategis dalam melakukan proses internalisasi atau pembumian ajaran Agama adalah melalui proses pendidikan. Sudah selayaknya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan melakukan reformasi kurikulum pendidikan, terutama yang terkait dengan ajaran-ajaran akhlak. Kurikulum yang dirancang seyogyanya tidak hanya menitikberatkan pada dimensi kognitif melulu, tetapi juga harus menyentuh aspek afeksi dan psikomotorik.
Maka, perlu diadakan pertemuan skala besar yang dihadiri oleh banyak kalangan. Mulai dari pakar-pakar pendidikan, kyai-kyai pesantren, tokoh-tokoh masyarakat, sampai para ahli di bidang pengembangan diri. Di dalam pertemuan itu mereka bertukar pendapat, lalu merumuskan ulang kurikulum dan model pendidikan yang dianggap paling cocok untuk diterapkan di seluruh lembaga pendidikan negeri maupun swasta di Indonesia.
Pendidikan yang seimbang, menggabungkan antara pendidikan akal, hati dan badan. Semuanya tercukupi. Mengajarkan ilmu-ilmu umum dan agama sama rata. Guru-gurunya menjadi teladan dalam segala gerak-gerik dan perilakunya, serta mencontohkan akhlak mulia dalam kehidupan nyata.
Jadi, segala kegiatan yang dikerjakan pelajar mengandung nilai-nilai spritualitas. Antara pelajaran-pelajaran saling berhubungan satu sama lain dan saling melengkapi. Dan pada akhirnya mengantarkan muridnya untuk lebih merasakan keberadaan Tuhannya. Dari situ, diharapkan nantinya terlahir generasi-generasi unggul yang siap memperjuangkan dan memajukan bangsa Indonesia di setiap lini kehidupan. Untuk membangun Peradaban negri menjadi lebih maju.
Komentar
Posting Komentar